
Semarang, 8 Mei 2025 — Gubernur Jawa Tengah melontarkan kritik pedas terhadap gaya kepemimpinan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang dinilai terlalu dominan dan kurang kolaboratif. Kritik ini mencuat setelah banyak pihak menyoroti minimnya peran Wakil Gubernur Jawa Barat, Erwan Setiawan, dalam roda pemerintahan provinsi.
Dalam sebuah acara diskusi kebijakan daerah yang digelar di Semarang, Gubernur Jawa Tengah menyampaikan kekhawatirannya terhadap praktik kepemimpinan yang bersifat “one man show” yang dinilainya kontraproduktif dalam sistem pemerintahan demokratis.
“Saya melihat bagaimana kawan saya di Jawa Barat, Kang Dedi, menjalankan banyak tugas secara langsung tanpa melibatkan wakilnya maupun perangkat birokrasi secara optimal. Ini bukan soal siapa paling kerja keras, tapi soal membangun sistem dan kolaborasi,” tegas Gubernur Jawa Tengah.
Kritik ini senada dengan pendapat beberapa pengamat kebijakan publik, termasuk dari Universitas Katolik Parahyangan, yang menyebut gaya kepemimpinan Dedi Mulyadi terlalu sentralistik dan cenderung narsistik. Aktivitas Gubernur Jawa Barat yang sering mempublikasikan kegiatan langsung di lapangan melalui media sosial dinilai lebih menonjolkan sisi pencitraan ketimbang penguatan tata kelola pemerintahan.
“Membersihkan sungai secara langsung itu memang menginspirasi, tapi bukan tugas utama kepala daerah. Tugas utamanya adalah menciptakan sistem yang membuat sungai tetap bersih, bukan hanya datang saat kamera menyala,” ujar seorang pakar kebijakan dari Bandung.
Menanggapi kritik ini, Gubernur Dedi Mulyadi menegaskan bahwa semua yang ia lakukan adalah bagian dari pengabdian kepada rakyat dan tidak semata-mata pencitraan.
“Saya bukan aktor, saya pelayan rakyat. Kalau saya harus turun sendiri ke lapangan, maka itu karena saya ingin memastikan semuanya berjalan baik. Tapi tentu saya tetap bekerja sama dengan tim di pemerintahan,” kata Dedi dalam pernyataan resminya.
Namun demikian, kritik dari Gubernur Jawa Tengah ini telah membuka ruang diskusi yang lebih luas mengenai pentingnya pembagian tugas yang proporsional antara kepala daerah dan wakilnya. Di tengah tantangan pembangunan daerah yang semakin kompleks, gaya kepemimpinan yang kolaboratif dan strategis dinilai lebih tepat untuk mencapai hasil yang berkelanjutan.